Gaekon.com – Di desa saya muncul dua spanduk pencitraan dengan cara kuno. Lagi-lagi format komunikasinya sudah ketinggalan jaman pol. Tempel wajah sumringah, kulit mulus (pasti sudah di edit sotosop), diselingi ucapan garing sambil berharap spanduk bisa bikin terkesan pengguna jalan.
“Selamat puasa. Semoga berkah bulan ramadhan menjadikan kita makin dekat dengan keluarga”. Tak guyu neng njero ati. Emang sak liane bulan Ramadhan mbok pikir aku gak iso cedek karo keluargaku opo?
Yang gitu-gitu masih mending.Coba bayangin ada spanduk yang ngomongnya kayak gini. “Dengan berkah bulan suci ramadhan semoga badai Covid-19 segera selesai. Amin”. Iki yo auto ngguyu aku. Nulis amin e yo keliru. Harusnya adalah aamiin yang artinya, Ya Allah kabulkanlah doa kami.
Gpp pak, saya maklumi kok. Pancen ribet coro arab iku bila ditransliterasikan ke Indonesia. Salah kurang satu huruf saja makna sudah beda.
Sebetulnya isi spanduk nya bermuatan positif kok. Terlebih Kalau konteksnya netral, no kepentingan politik praktis, gak ada masalah dengan spanduk itu. Malah baik, karena itu semacam doa untuk kebaikan bersama.
Masalahnya adalah, dua orang yang terpampang di spanduk itu adalah calon pemimpin desa saya periode selanjutnya. Gak po-po wes. Wong, pemilue diundur kok. Dari September ke Desember tahun ini. Lah? Gak atek pemilu gak isok ta?
Kalau spekulasi pelanggaran pemilu karena colong start model begitu-begitu mana saya ngerti. Kalau pun iya melanggar ya wes jamak praktik itu terjadi. Yang saya soroti sebagai Gaekoner adalah, cik tegoe karo rakyat para elite politik ini. Pakai isu Covid-19 agar wajah bisa eksis dimana-mana.
Jok gumun ngunu ta kon. Yang lebih melukai hati rakyat masih banyak lagi dari sekedar masang spanduk. Wajah elite ada di ember tempat air cuci tangan. Wajah elite ada di botol hand sanitizer. Wajah elite ada di tas-tas bansos Covid-19.
Sampai-sampai bantuan itu telat karena vendor percetakannya nggak selesai tepat waktu. Untung belum ada berita kayak gini, ‘seorang ibu meninggal karena kelaparan akibat bansos tersalurkan karena tasnya belum jadi’. Syukur tidak ada kejadian macam itu.
Lagian bansos itu dari APBN. Itu uang rakyat, kok dibranding elite yang ngasih? Harusnya ya kalau emang prioritasnya cepat sampai supaya rakyat bisa makan kenyang ya ndak usah pake disablon dari elite a, elite b, kementerian c dan lembaga d.
Ayolah pak, buk! Insyaflah dari komunikasi searah model gitu-gitu. Sebab udah nggak menyentuh hati rakyat sama sekali. Dan nggak bikin masyarakat terkesan. Akibatnya rakyat nganggep bapak dan ibu cuma angin lalu.
Saran saya, tirulah metode komunikasi ala mantan terindah. Yang sanggup menciptakan kesan dan kenangan indah bagi kekasih yang ditinggalnya rabi. Ingat, tiru konsep membangun kesannya ya pak! Jangan tiru ninggalin pas lagi sayang-sayangnya.
#suaragaekoners
K For GAEKON