Jakarta – RUU Ketahanan keluarga mengemuka dewasa ini. Salah satu poin yang memancing respon masyarakat adalah dalam RUU itu mengatur larangan terhadap aktivitas seks sadis yang dikenal dengan istilah BDSM (Bondage and Discipline, Sadism and Masochism) di keluarga.
Perlu diketahui BDSM adalah aktivitas seks yang terkait dengan fantasi seseorang dengan perbudakan, dominasi, sadiseme dan masochisme. Biasanya aktivitas seks gaya itu dilakukan oleh dua belah pihak dengan kesepakatan.
Pasal 85 RUU itu menyebut sadisme dan masochisme sebagai bentuk penyimpangan seksual. Selain dua praktik itu, penyimpangan seksual juga merujuk pada homoseksual dan inses.
“Yang dimaksud dengan ‘penyimpangan seksual’ adalah dorongan dan kepuasan seksual yang ditunjukkan tidak lazim atau dengan cara-cara tidak wajar,” tulis bagian penjelasan Pasal 85 seperti yang ditilik GAEKON.
Dalam RUU itu mengartikan sadisme sebagai cara mendapatkan kepuasan seks dengan menyakiti lawan jenis. Sedangkan masochisme diartikan sebagai cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual melalui hukuman atau penyiksaan dari lawan jenisnya.
RUU itu menyebut penyimpangan seksual itu adalah krisis yang harus ditangani. Sehingga apa yang perlu dilakukan disebut di Pasal 86 dan Pasal 87.
Pasal 86 berbunyi, “Keluarga yang mengalami Krisis Keluarga karena penyimpangan seksual wajib melaporkan anggota Keluarganya kepada Badan yang menangani Ketahanan Keluarga atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.”
Adapun pasal 87 ditulis, “Setiap Orang dewasa yang mengalami penyimpangan seksual wajib melaporkan diri kepada Badan yang menangani Ketahanan Keluarga atau lembaga rehabilitasi untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.”
Pengusul RUU itu Sodik Mujahid mengklaim regulasi itu demi membentuk keluarga yang berkualitas di tanah air. Dia tidak ingin dianggap aturan itu menerobos ranah privat warga negara.
“Coba kita lihat, apakah sadisme bukan masalah? Apakah itu masalah individual? Kan tidak, harus diatur juga. Nah kalau kemarin diatur cukup dengan pidana, maka kami masukkan ke dalam basic, diatur juga di level keluarga,” tutur Anggota DPR Fraksi Gerindra itu di Kompleks Parlemen, Jakarta, kepada GAEKON Selasa 18 Februari 2020.
RUU Ketahanan Keluarga diusulkan oleh lima orang anggota dewan yang berasal dari empat partai politik. Mereka adalah Netty Prasetiyani dan Ledia Hanifa dari Fraksi PKS, Endang Maria Astuti dari Fraksi Partai Golkar, Sodik Mudjahid dari Fraksi Partai Gerindra, serta Ali Taher dari Fraksi PAN.
RUU itu merupakan bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2020. Saat ini, draf RUU Ketahanan Keluarga sudah masuk dalam proses harmonisasi di Badan Legislasi DPR RI.
K for GAEKON